Kamis, 10 Mei 2012

KONSEP PENILAIAN KINERJA GURU



A. Pengertian Penilaian Kinerja Guru
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, PK GURU adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan tersebut. Sistem PK GURU adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya.
Secara umum, PK GURU memiliki 2 fungsi utama sebagai berikut.
  1. Untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua kompetensi dan keterampilan yang diperlukan pada proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Dengan demikian, profil kinerja guru sebagai gambaran kekuatan dan kelemahan guru akan teridentifikasi dan dimaknai sebagai analisis kebutuhan atau audit keterampilan untuk setiap guru, yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan PKB.
  2. Untuk menghitung angka kredit yang diperoleh guru atas kinerja pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.
Hasil PK GURU diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. PK GURU merupakan acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi guru, PK GURU merupakan pedoman untuk mengetahui unsur-unsur kinerja yang dinilai dan merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu dalam rangka memperbaiki kualitas kinerjanya.
PK GURU dilakukan terhadap kompetensi guru sesuai dengan tugas pembelajaran, pembimbingan, atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
Khusus untuk kegiatan pembelajaran atau pembimbingan, kompetensi yang dijadikan dasar untuk penilaian kinerja guru adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007. Keempat kompetensi ini telah dijabarkan menjadi kompetensi guru yang harus dapat ditunjukkan dan diamati dalam berbagai kegiatan, tindakan dan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan.
Sementara itu, untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/ madrasah, penilaian kinerjanya dilakukan berdasarkan kompetensi tertentu sesuai dengan tugas tambahan yang dibebankan tersebut (misalnya; sebagai kepala sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah/madrasah, pengelola perpustakaan, dan sebagainya sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009).

B. Syarat Sistem  Penilaian Kinerja Guru

Persyaratan penting dalam sistem PK GURU adalah:
  1. Valid, Sistem PK GURU dikatakan valid bila aspek yang dinilai benar-benar mengukur komponen-komponen tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/ madrasah.
  2. Reliabel, Sistem PK GURU dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi jika proses yang dilakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun dan kapan pun.
  3. Praktis, Sistem PK GURU dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif mudah, dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua kondisi tanpa memerlukan persyaratan tambahan.
Salah satu karakteristik dalam desain PK GURU adalah menggunakan cakupan kompetensi dan indikator kinerja yang sama bagi 4 (empat) jenjang jabatan fungsional guru (Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama).

C. Prinsip Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru

Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan PK GURU adalah sebagai berikut.
  1. Berdasarkan ketentuan, PK GURU harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku.
  2. Berdasarkan kinerja, Aspek yang dinilai dalam PK GURU adalah kinerja yang dapat diamati dan dipantau, yang dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, yaitu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
  3. Berlandaskan dokumen PK GURU, Penilai, guru yang dinilai, dan unsur yang terlibat dalam proses PK GURU harus memahami semua dokumen yang terkait dengan sistem PK GURU. Guru dan penilai harus memahami pernyataan kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga keduanya mengetahui tentang aspek yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian.
  4. Dilaksanakan secara konsisten, PK GURU dilaksanakan secara teratur setiap tahun diawali dengan penilaian formatif di awal tahun dan penilaian sumatif di akhir tahun dengan memperhatikan hal-hal berikut.
  • Obyektif, Penilaian kinerja guru dilaksanakan secara obyektif sesuai dengan kondisi nyata guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
  • Adil, Penilai kinerja guru memberlakukan syarat, ketentuan, dan prosedur standar kepada semua guru yang dinilai.
  • Akuntabel, Hasil pelaksanaan penilaian kinerja guru dapat dipertanggungjawabkan.
  • Bermanfaat, Penilaian kinerja guru bermanfaat bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerjanya secara berkelanjutan dan sekaligus pengembangan karir profesinya.
  • Transparan, Proses penilaian kinerja guru memungkinkan bagi penilai, guru yang dinilai, dan pihak lain yang berkepentingan, untuk memperoleh akses informasi atas penyelenggaraan penilaian tersebut.
  • Praktis, Penilaian kinerja guru dapat dilaksanakan secara mudah tanpa mengabaikan prinsip-prinsip lainnya.
  • Berorientasi pada tujuan, Penilaian dilaksanakan dengan berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan.
  • Berorientasi pada proses, Penilaian kinerja guru tidak hanya terfokus pada hasil, namun juga perlu memperhatikan proses, yakni bagaimana guru dapat mencapai hasil tersebut.
  • Berkelanjutan, Penilaian kinerja guru dilaksanakan secara periodik, teratur, dan berlangsung secara terus menerus selama seseorang menjadi guru.
  • Rahasia, Hasil PK GURU hanya boleh diketahui oleh pihak-pihak terkait yang berkepentingan

Selasa, 08 Mei 2012

Gak harus membosankan, kan?


Gak harus membosankan, kan?

Banyak orang menganggap remeh database. Walaupun fungsi database begitu penting, tetapi karena modelnya dianggap itu-itu saja, orang sering meremehkan. Topik database pun terasa membosankan bagi beberapa praktisi.
Penyebabnya adalah ketika orang mendengar kata database biasanya yang ada di benaknya adalah relational database, yang konsep awalnya menggunakan aljabar relational dan diutarakan oleh CJ Date. Popularitas ini juga diikuti produk-produk relational database yang populer di pasaran seperti Oracle, Postgresql, Sqlite, MySql, dan lainnya. Namun, sebetulnya model database itu bukan saja relational database.
Sebetulnya, sebelum model relational populer, banyak model database yang telah ada sebelumnya. Misalnya flat database, hierarki database, dan lain sebagainya. Hal ini menjadikan bidang bahasan atau bidang studi database terkesan seperti hal yang membosankan. Orang sering terjebak hanya pada akrobat dan keterampilan menuliskan perintah SQL. Ataupun kemampuan melakukan normalisasi tabel database.
Namun saat ini, model relational model memiliki keterbatasan, terutama ketika jumlah data yang harus diolah sudah besar dan sifat data bukanlah nonrelational.
Sebagai contoh, database untuk menyimpan data log, atau mailbox. Website seperti Facebook dan Digg membutuhkan solusi database yang seperti ini. Model database dan implementasi yang tepat dapat meminimalkan kebutuhan perangkat keras serta memberikan kinerja yang lebih baik.

Salah satu model database nonrelational yang saat sedang naik daun adalah yang menerapkan mekanisme MapReduce. Map-Reduce merupakan suatu mekanisme pengolahan data secara paralel yang dipopulerkan oleh Google.
Pada dasarnya, mekanisme ini memungkinkan pencarian suatu data pada mesin yang tidak perlu sejenis dan dilakukan secara paralel, serta bersifat fault-tol-erance. Memang terjadi perdebatan antara praktisi database konvensional dan praktisi database yang memanfaatkan MapReduce ini. Pendekatan MapReduce memang terkesan seperti sangat praktikal, tetapi sesungguhnya semantik operasi dari MapReduce bukanlah hal baru. Pada pembahasan pemrograman functional, fungsi Map dan fungsi Reduce telah lama dikenal.
Beberapa implementasi yang memanfaatkan MapReduce dan cukup dikenal adalah Hadoop [http://hadoop.apache.org]. Hadoop ini dimanfaatkan dalam implementasi seperti HBase [http://hadoop.apache.org/hbase] yang merupakan salah satu implementasi Hadoop paling menarik untuk dilihat.

Model database lain yang dikenal saat ini adalah NoSQL [http://nosql-databases.org]. NoSQL pertama kali dilontarkan pada tahun 2009 oleh Eric Evans. Saat itu dia membutuhkan suatu database terdistribusi yang bersifat non-relational dan tidak perlu menjamin masalah ACID (Atomicity, Concistency, Isolation, Durability). Database model ini tidak menggunakan skema tabel yang tetap dan biasanya menghindari operasi "join". NoSQL mencoba mengatasi kebutuhan skalabilitas horizontal.

Solusi proprietary seperti BigTable dari Google dan Dynamo dari Amazon merupakan contoh solusi yang menggunakan model database nonrelational.

Beberapa solusi open source seperti Cassandra [http://incubator.apache.org/cassandra] yang awalnya digunakan oleh Facebook dan CouchDB [http://couchdb.apache.org] merupakan database berorientasi dokumen yang ditulis menggunakan Erlang.

Jadi, janganlah terpaku hanya pada model relational. Dengan memahami karakter data dan kebutuhan, Anda dapat memilih model database yang lebih tepat dan implementasi yang mendukung model itu. Database pun kini tidak lagi membosankan.

Pola Kepribadian Individu – Elizabeth B. Hurlock


Membicarakan tentang pola kepribadian, kita akan menjumpai berbagai teori yang sangat beragam. Dengan merujuk pada tulisan yang dibuat oleh  Depdiknas (2007), di bawah ini  akan diuraikan sekilas tentang pola kepribadian sebagaimana disampaikan oleh Elizabeth B. Hurlock (1978) yang mengatakan bahwa pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang multidimensi yang terdiri atas “self-concept” sebagai inti atau pusat gravitasi kepribadian dan “traits” sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respon.

1. Self-concept (Concept of self )
Self-concept ini dapat diartikan sebagai (a) persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya sendiri; (b) kualitas penyikapan individu tentang dirinya sendiri; dan (c) suatu sistem pemaknaan individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya.
Self-concept ini memiliki tiga komponen, yaitu: (a) perceptual atau physical self-concept, citra seseotang tentang penampilan dirinya (kemenarikan tubuh atau bodinya), seperti: kecantikan, keindahan, atau kemolekan tubuhnya; (b) conceptual atau psychological self-concept, konsep seseorang tentang kemampuan (keunggulan) dan ketidakmampuan (kelemahan) dirinya, dan masa depannya, serta meliputi kualitas penyesuaian hidupnya: honesty, self-confidence, independence, dan courage; dan (c) attitudinal, yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan, dan kepenghinaannya. Apabila seseorang sudah masuk masa dewasa, komponen ketiga ini juga terkait dengan aspek-aspek: keyakinan, nilai-nilai, idealita, aspirasi, dan komitmen terhadap way of life hidupnya.
Dilihat dari jenisnya, Self-concept ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
  1. The Basic Self-concept. Jane menyebutnya real-self”, yaitu konsep seseorang tentang dirinya sebagaimana adanya. Jenis ini meliputi : persepsi seseorang tentang penampilan dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, peranan dan status dalam kehidupannya, dan nilai-nilai, keyakinan, serta aspirasinya.
  2. The Transitory Self-concept. Ini artinya bahwa seseorang memiliki “self-concept” yang pada suatu saat dia, memegangnya, tetapi pada saat lain dia melepaskannya. “self-concept” ini mungkin menyenangkan tapi juga tidak menyenangkan. Kondisinya sangat situasional, sangat dipengaruhi oleh suasana perasaan (emosi), atau pengalaman yang lalu.
  3. The Social Self-concept. Jenis ini berkembang berdasarkan cara individu mempercayai orang lain yang mempersepsi dirinya, baik melalui perkataan maupun tindakan. Jenis ini sering juga dikatakan sebagai “mirror image”. Contoh: jika kepada seorang anak dikatakan secara terus-menerus bahwa dirinya “naughty” (nakal), maka dia akan mengembangkan konsep dirinya sebagai anak yang nakal. Perkembangan konsep diri sosial seseorang dipengaruhi oleh jenis kelompok sosial dimana dia hidup, baik keluarga, sekolah, teman sebaya, atau masyarakat. Jersild mengatakan bahwa apabila seorang anak diterima, dicintai, dan dihargai oleh orang-orang yang berarti baginya (yang pertama orang tuanya, kemudian guru, dan teman) maka anak akan dapat mengembangkan sikap untuk menerima dan menghargai dirinya sendiri. Namun apabila orang-orang yang berarti (signifant others) itu menghina, menyalahkan, dan menolaknya, maka anak akan mengembangkan sikap-sikap yang tidak menyenangkan bagi dirinya sendiri.
  4. The Ideal Self-concept. Konsep diri ideal merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diinginkan mengenai dirinya, atau keyakinan tentang apa yang seharusnya mengenai dirinya. Konsep diri ideal ini terkait dengan citra fisik maupun psikhis. Pada masa anak terdapat diskrepansi yang cukup renggang antara konsep diri ideal dengan konsep diri yang lainnya. Namun diskrepansi itu dapat berkurang seiring dengan berkembangnya usia anak (terutama apabila seseorang sudah masuk usia dewasa).
Perkembangan self-concept dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh berbagai faktor,  seperti tertera pada gambar berikut ini.

2. Traits (Sifat-sifat)
Traits ini berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap, dan keterampilan kepada pola-pola berpikir, merasa, dan bertindak. Sementara konsep diri berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan prakarsa-prakarsa kegiatan.
Traits dapat diartikan sebagai aspek atau dimensi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relatif konsisten (ajeg) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara khas. Dapat diartikan juga sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk mereaksi rangsangan dari lingkungan.
Deskripsi dan definisi traits di atas menggambarkan bahwa traits merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dipelajari untuk (a) mengevaluasi situasi dan (b) mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu.
Setiap traits mempunyai tiga karakteristik: (a) Uniqueness, kekhasan dalam berperilaku, (b) likeableness, yaitu bahwa trait itu ada yang disenangi (liked) dan ada yang tidak disenangi (disliked), sebab traits itu berkontribusi kepada keharmonisan atau ketidakharmonisan, kepuasan atau ketidakpuasan orang yang mempunyai traits tersebut. Traits yang disenangi seperti: jujur, murah hati, sabar, kasih sayang, peduli, dan bertanggung jawab. Sedangkan yang tidak disenangi seperti: egois, tidak sopan, ceroboh, pendendam, dan kejam/bengis. Sikap seseorang terhadap traits ini merupakan hasil belajar dari lingkungan sosialnya; dan (c) consistency, artinya bahwa seseorang itu diharapkan dapat berperilaku atau bertindak secara ajeg.
Sama halnya dengan “self-concept”, “traits” pun dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor hereditas dan belajar. Faktor yang paling mempengaruhi adalah (a) pola asuh orang tua, dan (b) imitasi anak terhadap orang yang menjadi idolanya. Beberapa traitdipelajari secara “trial dan error”, artinya belajar anak lebih bersifat kebetulan, seperti perilaku agresif dalam mereaksi frustasi. Contohnya: anak menangis sambil membanting pintu kamarnya, gara-gara tidak dibelikan mainan yang diinginkannya. Apabila dengan perbuatan agresifnya itu, orang tua akhirnya membelikan mainan yang diinginkan anak, maka anak cenderung akan mengulangi perbuatan tersebut. Demikian terjadi pada orang dewasa bersikap kurang percaya kepada orang lain sehingga menunjukkan perilaku suka protes seperti “unjuk rasa” sambil berperilaku brutal terhadap ketidakpuasan manajerial perusahaan atau menuntut kenaikan gaji kepada perusahaan. Para pengunjuk rasa melakukan aksi protes dengan cara brutal tersebut apabila pada akhirnya dipenuhi oleh perusahaan maka cara-cara protes demikian akan diulang-ulang untuk mengintimidasi para pengambil kebijakan.
Anak juga belajar (memahami) bahwa traits atau sifat-sifat dasar tertentu sangat dihargai (dijunjung tinggi) oleh semua kelompok budaya secara universal, seperti: kejujuran, respek terhadap hak-hak orang lain, disiplin, tanggung jawab, dan sikap apresiatif.
============
Sumber:
Diambil dan adaptasi dari :
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional Tahun. 2007. Pengembangan Kepribadian.( materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta

Senin, 07 Mei 2012


Mikir atuh....


Manusia merupakan makhluk Allah yang mempunyai kelebihan di bandingkan dengan makhluk lainnya. Di antara kelebihan tersebut adalah di berikannya manusia akal, dengan akal tersebut mansuia dapat mencapai kemuliaan. Untuk meningkatkan daya akal dan kecerdasan manusia membutuhkan pendidikan. Pendidikan adalah sarana penting untuk mewujudkan mansuia yang cerdas, terampil dan mempunyai  ahlak yang mulia.

Pendidikan tidak akan lepas dengan proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan sarana ampuh dalam rangka menumbuhkan manusia pembelajar. Dengan demikian belajar merupakan langkah awal dan penting bagi manusia untuk mengasah otak dan pikirannya. Di sisi lain belajar merupakan aktifitas dalam pendidikan, yang akatiftas tersebut merupakan sebuah proses untuk mengetahui, memahami dan akhirnya menerapkan berbagai informasi yang diterima selama proses pembelajaran.

Manusia belajar, mengingat, dan berpikir, mereka juga merencanakan, memecahkan permasalahan dan menggunaan bahasa. Kebanyakan keistimewaan yang menarik dari tingkah laku manusia adalah bahwa kita belajar untuk mengubah tingkah laku kita ketika berhadapan dengan situasi baru. Kepentingan yang sama adalah kita telah belajar untuk memperluas dalam situasi baru, pada dasarnya sebelum belajar dan pengembangan konsep dan strategi meniru peristiwa yang akan terjadi dan yang akan datang. Ini fleksibel.

Sering terjadi prestasi belajar seseorang menurun atau kurang maksimal yang disebabkan oleh menurunnya fungsi otak terutama memori. Memori adalah bagian yang terpenting di dalam belajar karena dengan memori inilah manusia dapat menerina informasi, menyimpannya dan mereproduksinya. Dalam dunia pendidikan hal ini sangat penting bagi keberhasilan belajar yang ditunjukkan melalui prestasi belajarnya.

Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan jalan mengoptimalkan fungsi memori dalam proses pembelajaran.